Kamis, 18 November 2010

MEMAKNAI IDUL ADHA . . . . . . . .

Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismailalaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.
Dalam surah Ash Shaffat 100-111, Allah swt. menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban. Indikatornya dua hal:

Pertama, al istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus     menyembelih putra kesayangannya.
Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfirman:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Kedua, shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.
Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”

Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 seteleh itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya, Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul istislam. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah swt. yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah swt. mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha. Supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.
Dengan demikian, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Islamil dalam kehidupan sehari-hari.

Yang perlu dikritisi dalam hal ini, adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah swt. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan. Bukankah Allah berfirman udkhuluu fissilmi kaafaah? Tapi di manakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat Islam? Karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.
Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian.

Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya, mereka kembali berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun. 

Sekarang apakah kita bisa memaknai idul adha sebagai sarana introspeksi diri atau sekedar sarana pamer kekayaan?????

Minggu, 14 November 2010

LEBIH BAIK AKU DIAM

Lebih baik jika aku diam, agar aku dapat beribadah tanpa harus besusah payah, bukankah diam itu sebagian dari ibadah…..
Lebih baik jika aku diam, bukankah diam itu sebuah perhiasan tanpa harus bersusah payah untuk berhias…
Lebih baik jika aku diam, bukankah diam itu kekuatan tanpa kerajaan…..
Lebih baik jika aku diam, bukankah diam itu benteng tanpa pagar….
Lebih baik jika aku diam, bukankah diam itu kekayaan tanpa harus meminta maaf kepada orang…
Lebih baik aku diam, bukankah diamku membuat kedua melaikat pencatat amal akan lebih banyak beristirahat…
Lebih baik aku diam, bukankah diamku membuat tertutup segala aibku..
Lebih baik aku diam, bukankah diamku mengurangi dosa orang terhadap diriku…

DOA SEORANG ISTRI SHALEHAH

Ya Allah..Kau ampunilah dosa ku yang telah kuperbuat.
Kau limpahkanlah aku dengan kesabaran yang tiada terbatas.
Kau berikanlah aku kekuatan mental.
Kau karuniakanlah aku dengan sifat keridhaan.
Kau peliharalah lidahku dari kata-kata nista.
Kau kuatkanlah semangatku menempuhi segala cobaan Mu.
Kau berikanlah aku sifat kasih sesama insan.
 
Ya Allah…
Sekiranya suamiku ini adalah pilihan Mu di Arsh.
Berilah aku kekuatan dan keyakinan untuk terus bersamanya.
Sekiranya suamiku ini adalah suami yang akan membimbing tanganku dititianMu.
Kurniakanlah aku sifat kasih dan ridha atas segala perbuatannya.
Sekiranya suami ku ini adalah bidadara untuk ku di Jannah Mu.
Limpahkanlah aku dengan sifat tunduk dan tawaduk akan segala perintahnya.
Sekiranya suami ku ini adalah yang terbaik untukku di Dunia Mu.
Peliharalah tingkah laku serta kata-kataku dari menyakiti perasaannya.
Sekiranya suami ku ini jodoh yang dirahmati oleh Mu.
Berilah aku kesabaran untuk menghadapi segala keanekaragamnya.

Tetapi ya Allah…
Sekiranya suami ku ini ditakdirkan bukan untuk diriku seorang.
Kau tunjukkanlah aku jalan yang terbaik untuk aku arungi segala takdirMu.
Sekiranya suami ku tergoda dengan keindahan dunia Mu.
Limpahkanlah aku kesabaran untuk terus membimbingnya.
Sekiranya suamiku tunduk terhadap nafsu yang melalaikan.
Kurniakanlah aku kekuatan Mu untuk aku memperbetulkan keadaanya.
Sekiranya suamiku menyintai kesesatan.
Kau pandulah aku untuk menarik dirinya keluar dari terus terlena.

Ya Allah…
Kau yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untukku.
Kau juga yang Maha Mengampuni segala kesilapan dan keterlanjuranku.
Sekiranya aku tersilap berbuat keputusan.
Bimbinglah aku ke jalan yang Engkau ridhai.
Sekiranya aku lalai dalam tanggungjawabku sebagai isteri
Kau hukumlah aku di dunia tetapi bukan di akhirat Mu
Sekiranya aku ingkar dan durhaka
Berikanlah aku petunjuk kearah rahmatMu
Ya Allah…
Sesungguhnya aku lemah tanpa petunjukMu.
Aku buta tanpa bimbingan Mu.
Aku cacat tanpa hidayah MuAku hina tanpa Rahmat Mu.

Ya Allah,
Kuatkan hati dan semangatku.
Tabahkan aku menghadapi segala takdir dan cobaanMu.
Jadikanlah aku isteri yang disenangi suami.
Bukakanlah hatiku untuk menghayati agama Mu.
Bimbinglah aku menjadi isteri Solehah.
Hanya pada Mu,
Ya Allah

Ku mohon segala harapan.
Karena aku pasrah dengan takdirMu.
Karena aku sadar hinanya aku.
Karena aku insan lemah yang kerap keliru.
Karena aku lalai dengan keindahan duniaMu
Karena kurang kesabaran ku menghadapi ujian Mu
Karena pendek akal ku mengarungi ujian Mu

Ya Allah Tuhanku…….
Aku hanya ingin menjadi isteri yang dirahmati.
Isteri yang dikasihi.
Isteri yang solehah.
Isteri yang senantiasa dihati
Amin, Ya Rabbi Allamin…….

BY risma posted Edi Albugizi